Sabtu, 30 Mei 2020

Mengembalikan Kewarasan Indonesia Pasca Pandemi Covid-19


Oleh: Taufik Pradana
(Pemerhati Pandemi Covid-19 - 43/10)

Kata kunci: Pandemi Covid-19, Pemerintah, Kewarasan, sinergi
“Pandemonium”, adalah judul sebuah karya music garapan Iga Massardi. Melalui lagu ini, Iga membuka system open source dan mengajak siapapun untuk berkolaborasi, berkreasi menggunakan #MusikPandemik ini.

Iga adalah satu contoh sahih bahwa berkarya, pun bisa #DirumahAja dengan tetap membawa pesan dan energy agar kita semua tergerak untuk melakukan pelbagai hal positif untuk melawan Corona ini, ya salah satunya dengan campaign #DirumahAja.

Begitu chaos nya negeri ini sejak pengumuman resmi Presiden tentang kasus pertama Covid-19 di Indonesia pada 2 Maret lalu, jauh mundur beberapa bulan ke belakang pun Covid-19 ini sudah mendapat atensi yang masif dari seluruh penjuru dunia. Bagaimana Indonesia menyikapinya?, mungkin pembaca setuju bahwa Indonesia sangat santai dalam menyikapi situasi ini, baik pemerintah maupun rakyatnya.

Mengikuti perkembangan kasus Covid-19 di Indonesia ini, praktis membuat kita bertanya-tanya, ‘Kapan ini semua berakhir?. Sayang, langkah yang diambil Indonesia kurang masuk akal jika harus dibanding Negara lain yang lebih dulu menang melawan Covid-19 ini.

Oke, kalau sudah sampai di titik ini, kita sebagai rakyat eloknya hanya bisa melakukan yang terbaik untuk pribadi dan masyarakat luas, patuhi anjuran pemerintah pusat dan berdoa agar semua baik-baik saja.

Lebih jauh lagi jika kita ingin menatap beberapa bulan kedepan ketika kita sudah bisa berkumpul dengan siapapun sambil bersalaman dan cipika-cipiki tanpa keraguan, akan tetap ada situasi dimana mental kita sudah terlanjur sedikit banyaknya terdistraksi oleh mimpi buruk ketika negeri kita diterpa Pandemi Covid-19 ini, Dikhawatirkan psikologi rakyat Indonesia terancam ‘udah biasa ga bersosialisasi’ jika ini terus disepelekan oleh kita bersama.

Betul, psikologi rakyat Indonesia pasca berakhirnya wabah Pandemi Covid-19 ini akan seperti apa?. Maka dalam hal ini penulis beropini tentang pentingnya Psychology Positivity Campaign.

Psychology Positivity ini adalah suatu campaign konkret sebagai self healing yang hebat bagi seluruh rakyat Indonesia setelah Pandemi ini berlalu, melalui jembatan social media, bisa berupa artikel, podcast, music, dll.

Jika berjalan dengan semestinya, campaign ini bersifat tanpa tedeng aling-aling, tak perlu jibaku yang berlebihan, namun memiliki maksimum result. Terlebih, perlu penulis sampaikan bahwa campaign ini akan terasa sedap karena jika berhasil, akan membuat rakyat Indonesia pulih dari mimpi buruk ini, rakyat Indonesia akan terlahir layaknya bayi dari Taman Eden.

Dengan angka penetrasi sebanyak 56% yang dikemukakan oleh WAS (We Are Social) & Hootsuite, kita bisa simpulkan bahwa setengah warga Indonesia sudah ‘melek sosmed’, terlebih lagi pengguna sosmed di Indonesia didominasi oleh usia 18-34 tahun dengan rata-rata 3 jam 26 menit perhari, yang bisa dimanfaatkan untuk mengakomodir campaign ini.

Dalam hal ini sangat penting bagi pemerintah dan masyarakat berpadu-padan menciptakan kerja sama demi terciptanya langkah-langkah untuk mengantisipasi kemungkinan terburuk terhadap Psikologi rakyat pasca Covid-19. Intisari dari campaign ini adalah sebagai self-healing, mengembalikan energy positif dan menekan kemungkinan rakyat Indonesia akan menjadi ansos dan terganggu psikologinya.


Iga dengan musiknya, Najwa Shihab dengan talkshownya, Deddy Corbuzier dengan podcastnya, adalah beberapa contoh sahih campaign positif yang bisa kita tingkatkan eskalasinya ke tingkat nasional, tentunya perlu kerja sama dengan pemerintah, agar psychology positivity campaign ini bisa berdampak baik dan masif. Sehingga, seluruh rakyat Indonesia tetap waras dan berada pada  kultur social yang menjadi identitasnya.

Jumat, 05 Januari 2018

SEJARAH PERJUANGAN ALUMNI YASPIDA




Oleh: Dendi Budiman 
  
Kata kunci: Yaspida, Ikbaya, Ikmada, Himada, Forsada

Antara tahun 2014 sampai 2015, Alumni Yaspida mengalami masa perselisihan, silang pendapat dan benturan gagasan. Dampak nyata dari benturan itu tentu saja tidak selalu positif, seperti yang di katakan Maouris Deferger. Dari grup FB, BBM, WA bahkan di dunia nyata sekalipun, perdebatan panjang mengenai ide tentang organisasi alumni ini berlangsung cukup keras.

persoalan organisasi alumni, dalam konteks ini alumni Yaspida, barangkali bagi sebagian kelompok merupakan wacana yang “membosankan”. Apa yang membuatnya membosankan, selain wacananya itu-itu lagi dan terbilang sudang usang. Bagi kelompk ini wacana organisasi alumni acapkali ditengarai oleh dorongan sesepuh pesantren yang pada gilirannya berhasil menggerakan masa untuk melakukan terobosan-terbosan. Tetapi selain itu mengapa diangap membosankan, barangkali adalah persoalan wacananya yang musiman dan selalu berakhir dengan ketidak pastian bahkan tak jarang dampaknya mengusik kemesraan mereka yang sedang intim-intimnya berkawan.
Kalau kita tengok ke belakang, dan mau jujur pada sejarah, wacana ini juga yang membuat sekat antara “kita” sehingga menjadi “aku” dan “kamu” dengan jurang yang menganga diantara keduanya. Lantas apa yang membuatnya demikian, mengapa wacana yang dibangun dengan kesadaran justru pada akhirnya meruntuhkan kesadaran itu sendiri. Atau mengapa tujuannya mempersatukan justru kenyataannya memecah belah, membuatnya remuk  redam, bahkan membuatnya hancur bercerai berai. Pertanyaan-pertanyaan itu barangkali yang harus dijawab sebagai bentuk tanggung jawab atas apa yang pernah terjadi.

Tulisan ini (bukan) tulisan yang objektif, karena ditulis orah satu orang dan sifatnya sudah pasti subjektif, tetapi apakah objektifitas itu ada? Itu juga yang menjadi penolakan kelompok filsafat kritis mazhab “Frankpurt” terhadap objektfitas.

Tahun 2014 (bagi sebagian orang) diyakini menjadi tahun kebangkitan alumni, ditandai dengan munculnya gagasan-gagasan tentang bagaimana seharusnya alumni ini berperan untuk pesantrennya, sekolahnya, apa yang bisa kita perbuat untuk kemajuan dan kejayaannya dimasa depan dan apakah kita masih akan seperti dulu, berkasih-kasih membangun almamater yang dengannya kita menjadi hari ini. Obrolan ringan di kosan pengap atau disela-sela hajatan pernikahan mantan turut mendorong matangnya wacana itu. Tentang kebutuhan sebuah wadah yang mengakomodir alumni, wadah yang memang fokus bicara pengabdian alumni secara universal ataupun bentuk terobosan baru untuk kemajuan bersama. Puncaknya ketika sesepuh pesantren tertimpa genteng dan harus dilarikan ke RS Hasan Sadikin, Bandung. Di sana beliau menyampaikan harapannya didepan alumni yang ada di Bandung untuk segera membentuk organisasi alumni untuk yang ada di Bandung. Harapan beliau itu barangkali bisa dipahami karena terjadinya kepakuman organisasi alumni Yaspida yang sudah ada, IKBAYA (Ikatan Keluarga Alumni Yaspida), yang dibentuk pada tahun 2011.


Harapan itu kemudian direspon posItif oleh alumni yang sedang kuliah disana dengan membentuk organisasi yang diberi nama Ikatan Keluarga Mahasiswa Alumni Yaspida (IKMADA) yang kemudian hari berubah menjadi Ikatan Keluarga Alumni Yaspida (IKMADA) Bandung pada tahun 2014. Sebagai organisasi dengan mayoritas mahasiswa sebagai penggeraknya, tentu saja membuatnya bergerak lebih masif dari pendahulunya. 

Selanjutnya, tidak lama setelah IKMADA Bandung, masih ditahun yang sama, obrolan ringan di hajatan mantan pun pada gilirannya melembaga menjadi sebuah organisasi. Gagasan yang berserak itu kemudian di rapihkan lalu pada bulan Juni, sebelum Milad Yaspida, di pelataran Balai Room Universitas Indonesia, dibentuklah secara resmi Himpunan Alumni Yaspida (HIMADA). Dengan mengusung wacana kesetaraan, tanpa mengelompokan status sosial ataupun profesi di nilai cukup berhasil merebut simpati alumni Yaspida yang sudah lama merindu akan hadirnya organisasi alumni yang mengejawantahkan kebutuhan semua kalangan. HIMADA tidak berbicara status profesi, angkatan, ataupun sentimen kedaerahan. HIMADA miliki alumni Yaspida, untuk kemajuan bersama.
Hari berganti, geliat alumni mulai terlihat. Kepercayaan mulai terbangun dengan terobosan-terobosan baru. HIMADA kemudian menginisiasi untuk mengadakan pertemuan alumni sekaligus merespon momentum “Halal Bi Halal” alumni Yaspida tahun2015. Berlokasi di puncak, Cisarua, Himada berhasil mengumpulkan alumni Yaspida dengan semua angkatan hadir keterwakilannya. Dari sana digagaslah “Fakta Integritas”, hitam diatas putih yang isinya adalah menyatakan bahwa Himada menjadi organisasi seluruh alumni Yaspida. Di forum itu, semua organisasi yang pernah ada, disaksikan oleh para ketua, menyatakan melebur, baik itu IKBAYA ataupun IKMADA melebur kedalam HIMADA. Dari sana mulai terlihat titik terang arah perjuangan alumni Yaspida.


Namun laut tak selalu tenang. Skenario perjuangan tak mulus begitu saja, badai pertama datang dari angkatan pertama yang menolak bahwa HIMADA organisasi seluruh alumni Yaspida. Mereka menilai untuk apa membentuk organ baru sedangkan IKBAYA sudah lama terbentuk. Memang ketua IKBAYA pada waktu itu adalah angkatan pertama. Perdebatan mulai nampak, laiknya perselisihan ade dengan abang, ribut-ribut kecil itu wajar-wajar saja. Namun pada gilirannya keributan itu melibatkan ade-ade yang lain dan juga abang-abang yang lain. Ditengah penolakan dari IKBAYA, datang kabar dari IKMADA yang menyatakan akan melangsungkan pelantikan kepengurusan, di Bandung.. Kondisi smakin tak menentu, riuh rendah dinamika almuni semakin menjadi. Pertentang, benturan argumen, baik di media sosial maupun di dunia nyata semakin terlihat, puncak klimaksnya ketika keributan itu sampai pada ayah dan bunda, sebagai teladan semua. Menengahi keributan ade-abang itu, dimunculkanlah “MORATORIUM ORGANISASI ALUMNI YASPIDA”.

Moratorium dilangsungkan di Gedung Pertemuan Yaspida Sukabumi. Hadir waktu itu seluruh perwakilan organisasi mendengarkan pandangan bapak sesepuh dengan harapan bisa menyudahi keributan antara kelompok muda dengan kelompok tua istilahnya Hary.J.Benda.

Sejarah mencatat, di forum itu semua organisasi alumni Yaspida di BUBARKAN oleh bapak sesepuh. Selanjutnya masih di forum yang sama, bapak sesepuh, dengan menerbitkan Surat Keputusan Yayasan, memproklamirkan organisasi yang resmi, yang dibubuhi tanda tangan dan stempel basah, bahwa organisasi alumni Yaspida yang resmi yang baru, bernama Himpunan Alumni Yaspida (HIMADA) dengan Yaspida sebagai pusatnya dan daerah-daerah lain menjadi cabangnya.
Selanjutnya, tahun 2015, untuk kali pertama, HIMADA menggelar Musyawarah Alumni yang belokasi di Yaspida pada tanggal 13 Januari 2015. Hasil dari musyawarah itu menetapkan tujuan organisasi yang termaktub dalam AD/ART, Garis-Garis Besar Haluan Organisasi, serta Manifesto HIMADA. Hasil musyawarah itu juga memilih Zaenal Abidin, angkatan 11 sebagai ketua umum HIMADA.


Selang beberapa waktu, badai datang silih berganti. Merasa tidak terima dengan keputusan forum HIMADA. Diangkatlah IKBAYA kepermukaan. Kali ini dengan semangat yang lebih serius. IKBAYA menegaskan dirinya sebagai organisasi yang resmi dan legal dengan menjadkannya organisasi berbadan hukum yang terdaftar di KEMENKUMHAN.


Alumni cukup antusias, ada yang iuran tenaga, pikiran, ingatan bahkan materil demi IKBAYA berbadan hukum. Terkumpullah sumber daya dan jadilah IKBAYA sebagai organisasi yang legal berbadan hukum dan terdaftar di kementrian.
Episode belum selesai. Juni 2016 pada peringatan Milad Yaspida ke 16, IKBAYA kembali digugaT keabsahannya. Forum menyatakn sikaf mosi tidak percaya dengan apa yang terjadi waktu itu. Dari sanalah awal mula munculnya nama FORSADA (Forum Silaturahmi Alumni Yaspida). Riuh rendah, pasang surut perjuangan organisasi alumni Yaspida menandakan begitu kuatnya i’tikad masing-masing alumni dalam menunjukan kecintaannya pada lembaga yang membesarkannya.


Pada akhirnya, meminjam istilah Fredrich bahwa dalam sejarah, yang akan memenangkan panggung sejarah adalah mereka yang konsisten dengan cita-citanya. Sejarah adalah miliki para pemenang, begitu adagium bekelakar. Dan saya masih percaya apa yang diungkapkan G.W.F Hegel, bahwa yang rasional, yang akan panjang umur. PANJANG UMUR PERJUANGAN !

lampira:

Mengembalikan Kewarasan Indonesia Pasca Pandemi Covid-19

Oleh: Taufik Pradana (Pemerhati Pandemi Covid-19 - 43/10) Kata kunci: Pandemi Covid-19, Pemerintah, Kewarasan, sinergi “Pandemon...